Analisis

Apakah keterbukaan akses hasil penelitian dapat berguna bagi negara berkembang

Bagi sebagai seorang peneliti, mantra “menerbitkan atau musnah” harus dipikirkan dengan serius.
Bagikan
0
Penerbitan dengan akses terbuka sudah mulai dimulai – bagaimana hal itu berpengaruh terhadap para peneliti baik di negara maju dan negara berkembang? Neil Palmer/CIAT

Bacaan terkait

BOGOR, Indonesia (24 September 2012)_ Pemerintah Inggris baru-baru ini mengungkapkan rencana untuk membuka seluruh hasil penelitian ilmiah yang didanai publik bagi umum mulai tahun 2014– tanpa biaya. Hal ini merupakan sinyal perubahan dramatis bagi universitas-universitas di Inggris, yang saat ini penelitian ilmiahnya hanya tersedia dalam sistem mahal berbasis jurnal berlangganan.

Namun seiring pergerakan menuju era keterbukaan publikasi, timbul kegelisahan di kalangan komunitas peneliti.

Dilemanya adalah: para peneliti menginginkan tulisan mereka diterbitkan oleh jurnal yang memiliki dampak besar, namun kami juga ingin hasil kerja kami dapat seluas mungkin dijangkau oleh banyak pembaca. Kami menginginkan prestis dengan terbit di jurnal-jurnal berdampak tinggi, sama halnya dengan popularitas terhadap hasil kerja kami yang juga terbit di saluran publikasi terbuka.

Namun bagi para peneliti di negara-negara berkembang, gerakan keterbukaan akses ini bisa bermakna besar.

Perputaran Ide

Jadi apa masalahnya? Pada dasarnya, para peneliti yang bekerja di institusi yang didanai oleh publik bergantung kepada para pembayar pajak dunia untuk membiayai dari apa-apa yang para peneliti lakukan. Sehingga, Anda dapat berpikir,  apa yang para peneliti hasilkan haruslah terbuka bagi kepentingan seluruh khalayak.

Tapi sebagai seorang peneliti, mantra “menerbitkan atau musnah” harus dipikirkan dengan serius. Kegagalan melakukannya bisa menggambarkan, bukan saja kekurangan dari tanggung jawab profesional, namun juga menjelaskan ketersediaan dana untuk penelitian kami, namun juga karir individu sering dibuat (atau rusak) di catatan publikasi seseorang peneliti.

Sayangnya, banyak jurnal penelitian dimiliki oleh perusahaan-perusahaan penerbitan besar yang mengontrol akses informasi sains.  Hal ini dilakukan melalui biaya berlangganan yang saat ini harganya terus naik.

Di antara tahun 1986 dan tahun 2002, laju permintaan berlangganan secara keseluruhan meningkat hingga 227 persen, membuat harga dari kebanyakan jurnal makin tak terjangkau untuk umum, kecuali bagi institusi dengan keuangan lebih baik. Biaya tinggi tersebut turut menyumbang keuntungan besar bagi para penerbit. Majalah Economist  baru-baru ini membuat laporan tentang keuntungan penerbitan Elsevier yang berhasil meraih laba senilai 1,2 juta dolar Amerika di tahun 2011.

Pada dasarnya, jurnal berlangganan memprivatisasi pendanaan publik bagi riset ilmu pengetahuan; sebuah proses di mana para peneliti menyumbangkan kontribusi dalam bentuk proses peer-review secara sukarela.

Menumbuhkan kerugian

Jika Anda dapat membayar iuran berlangganan, seperti kebanyakan institusi di negara-negara bagian utara dunia, cukup mudah bagi Anda untuk mengikuti perkembangan sains terbaru. Namun, jika Anda seorang peneliti di lembaga penelitian pemerintah di sebuah negara berkembang, atau di sebuah perguruan tinggi yang tidak mampu membayar iuran berlangganan, maka Anda akan kesulitan mendapat akses untuk memantau pengetahuan terkini.

Dan pastinya Anda akan tertinggal.

Hal ini adalah siklus endap di mana kolega-kolega peneliti dengan sumber terbatas tidak terlalu dominan dalam literature sains. Diurut berdasarkan peringkat, Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, Prancis, Kanada, Italia, dan Swiss menghasilkan 85 persen publikasi hasil temuan riset terbanyak di dunia.

Namun, tren ini sedang berubah.

Keinginan untuk perubahan

Fakta bahwa Guardian dan Economist, dua kanal media Inggris terpercaya, meliput masalah akses penerbitan terbuka adalah indikasi bahwa hal ini sangat penting, serta patut didiskusikan.

Saat menulis artikel ini, lebih dari 11 ribu peneliti telah mendaftarkan diri dalam usaha memboikot Elsevier, yang saat ini mengontrol sebagian besar saham pasar.

Dalam sebuah tindakan altuisme yang luar biasa, atau seperti yang diungkapkan sebagai, “langkah karir berbahaya”, Winston Hide dari Harvard School of Public Health baru-baru ini mengundurkan diri dari jabatan Editor Associate jurnal Geonomics sebagai bentuk protes akan  “…suatu sistem yang memberikan keuntungan solid bagi penerbit seraya dengan efektif menyangkal kolega-kolega mereka di negara-negara berkembang akses terhadap penemuan-penemuan riset.”

Mengikuti jejak perintis

Penerbitan dengan akses terbuka saat ini tengah dianjurkan oleh banyak institusi. Bahkan institusi prestisius seperti Harvard University sangat mendukung para penelitinya untuk berfokus pada akses penerbitan terbuka dengan alasan etika serta bukti bahwa berlangganan jurnal swasta adalah “secara fiskal tidak berkelanjutan”.

The Wellcome Foundation, yayasan yang memberikan dana besar untuk riset medis telah bertahan mempublikasikan hasil temuan mereka di dalam jurnal dengan akses terbuka. Diharapkan beberapa institusi dan yayasan lainnya dapat mengikuti contoh tersebut.

Institusi tempat saya bekerja, Center for International Forestry Research (CIFOR) akan segera meninjau perbandingan biaya dan keuntungan publikasi jurnal baik sistem akses terbuka maupun sistem berlangganan, sesuatu masalah yang saya dan rekan saya telah diskusikan beberapa waktu yang lalu (yang saya akui memang bertempat di jurnal berlangganan!)

Bagi para para peneliti, perdebatan ini menunjukkan dilema yang cukup besar. Sejarah model penyebaraluasan sains, termasuk jalur karir kami sendiri,  masih mengarahkan kami untuk menerbitkan hasil tulisan ke dalam jurnal “eksklusif”, dengan reputasi tinggi. Namun penerbitan dengan akses terbuka dapat meningkatkan indeks jumlah kutipan, sesuatu hal yang bagi para peneliti sangat diperhatikan , sering mencapai 127 persen.

Semakin banyak jurnal dengan akses terbuka akan memperlihatkan peningkatan dampak signifikan (misalnya, jurnal PloS dan PNAS).  Hal ini hanya dicapai oleh para peneliti yang bersedia untuk mengirimkan karya berkualitas tinggi ke jurnal penelitian seperti itu.

Semakin banyak ini terjadi, semakin banyak jurnal dengan akses terbuka akan dipandang sebagai sumber terpercaya dan prestisius. Terkait popularitas, sistem penerbitan akses terbuka akan menjadikan hasil riset kami tersedia bagi semua kalangan yang memiliki koneksi internet.

Siapa yang tidak menginginkan hal tersebut?

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org