Berita

Kemiskinan bukan penyebab penggundulan hutan: Riset global

Penelitian ini membalik semua asumsi, bahwa kemiskinan adalah penyebab kerusakan dan penggundulan hutan.
Bagikan
0
Sebuah penelitian baru menemukan bahwa kebutuhan rumah tangga dengan aset kecil cenderung menebang sedikit hutan. Foto @CIFOR

Bacaan terkait

BOGOR, Indonesia — Sebuah penelitian global mempertanyakan gagasan bahwa kemiskinan menyebabkan penggundulan hutan. Rumah tangga dengan aset medium-ke-tinggi dekat pasar cenderung lebih banyak menebang pohon dibanding rumah tangga miskin dan terisolasi dari pasar, kata penelitian tersebut. Peneliti juga menyatakan bahwa strategi pengembangan akses pasar untuk mengurangi kemiskinan dan mengurangi deforestasi malah bisa balik merugikan.

Penelitian global ini dilakukan Jaringan Kemiskinan dan Lingkungan (PEN), kerja kolaborasi dipimpin oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). Proyek penelitian terbesar komparatif-global kuantitatif mengenai hutan dan penghidupan desa ini, menganalisa data dari 8.000 rumah tangga di 24 negara berkembang.

“Penggundulan hutan dalam penghidupan desa: Bukti komparatif global tingkat rumah tangga” adalah satu dari lima makalah awal yang muncul dari penelitian global; penelitian tersebut muncul dalam jurnal World Development mendatang.

“Debat mengenai penyebab utama penggundulan hutan dan apa penyebab perilaku agen adalah kompleks,” kata Ronnie Babigumira, mahasiswa doktoral di Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Norwegia (NMBU) dan penulis utama penelitian. Penelitian ini mencoba mengurai kompleksitas dengan menguji peran beragam variabel di bawah tujuh kategori besar: manusia, fisik, sosial, alam dan modal finansial; faktor perantara; dan indikator kerentanan.

“Terdapat wacana kuat dalam literatur konferensi PBB di Stockholm 1972 dulu bahwa kemiskinan menyebabkan degradasi lingkungan,” kata Arild Angelsen, profesor ekonomi NMBU dan penulis makalah tersebut. “Kami temukan ternyata tidak sesederhana itu.”

Para peneliti mengidentifikasi bagaimana aset mempengaruhi keputusan rumah tangga untuk menebang pohon. “Saya selalu berpikir bahwa memiliki ‘alasan’ atau kapabilitas, untuk menggunduli hutan lebih penting daripada kebutuhan melakukan itu sebagai strategi penghidupan,” kata Angelsen. “Karena bukan masalah mudah memotong pohon dan bertani. Sulit bekerja sendiri, atau (Anda) perlu sumber daya untuk membayar orang. Dalam beberapa kasus, hal ini semi-ilegal, jadi Anda perlu koneksi politis.”

Benar, penelitian menemukan bahwa kebutuhan rumah tangga dengan aset kecil cenderung menebang sedikit hutan. Mereka yang berada di rentang tengah, yang ingin meningkatkan penghidupan dan memiliki aset mengembangkan panen, cenderung lebih terlibat aktivitas deforestasi. Hanya terdapat sedikit perbedaan antara rumah tangga rentang-tengah dan rumah tangga kaya-aset.

“Hasil kami menyatakan bahwa penggundulan hutan tidak hanya berdasar kebutuhan semata,” kata Babigumira. “Memiliki aset memberi rumah tangga alasan untuk menebang hutan, memanfaatkan peluang untuk meningkatkan penghidupan dengan memperluas area penebangan.”

Para peneliti juga mengeksplorasi pemahaman umum bahwa akses lebih baik ke pasar akan mengurangi kemiskinan, dan pada akhirnya, mengurangi deforestasi.

“Kami menemukan bahwa ketika petani berorientasi pasar, mereka lebih cenderung menggunduli hutan,” kata Babigumira. “Faktanya, penjualan pasar bisa meningkatkan aset rumah tangga pada titik bahwa mereka memiliki alasan menebang hutan, dan kedekatan ke pasar juga menyediakan pintu bagi produksi lebih tinggi.”

Temuan ini seharusnya memperkaya informasi dalam debat terkini seputar REDD+ (Reduksi Deforestasi dan Degradasi hutan) dan pertanian cerdas iklim yang mempromosikan intensifikasi penggunaan lahan, kata Angelsen.

“Di satu sisi, Anda dapat memproduksi lebih banyak pangan pada lahan lebih kecil dan menarik tekanan dari hutan melalui intensifikasi, tetapi Anda juga meningkatkan keuntungan, yang bisa mendorong masyarakat menggunduli hutan,” katanya. “Kami menemukan sedikit bukti yang menyatakan bahwa intensifikasi menarik tekanan dari hutan.”

Satu kejutan bagi para peneliti adalah insignifikansi jalan terhadap penggundulan hutan, kecuali di Amerika Latin, yang lebih jelas memfokuskan pada pasar.

Penelitian juga mengungkap perbedaan menarik mengapa hutan digunduli. Di Afrika dan Amerika Latin, petani kecil sibuk menebang pohon  membersihkan lahan untuk pertanian. Di Asia, lebih dari seperempat rumah tangga menggunduli hutan untuk menanam pohon. Ini satu alasan mengapa para peneliti cenderung berbicara “penggundulan hutan” daripada “deforestasi.” Lainnya, dan mungkin alasan paling penting adalah laporan-sendiri penggundulan hutan mencakup penggundulan temporer/siklus, yang tidak dikategorisasikan sebagai deforestasi menurut definisi FAO.

“Sekitar dua pertiga pohon ditebang dari hutan alami yang diambil untuk mengembangkan pertanian menjadi lahan perawan, tetapi banyak penggundulan adalah bagian dari sistem rotasi,” kata Angelsen. “Karena tidak selalu konversi lahan permanen, akan menyesatkan untuk menyebut proses ini ‘deforestasi’.”

Dengan kumpulan data sangat kaya, para peneliti berencana meneliti lebih dalam. Termasuk menguji indikator degradasi lingkungan tidak langsung terhadap deforestasi. “Kami akan menggali data untuk membuka cahaya pada aspek lain kaitan kemiskinan-lingkungan,” kata Babigumira.

Pada bagian ini, Angelsen ingin melihat hubungan antara kehilangan karbon dan penggundulan hutan: Apa potensi kehilangan konservasi hutan – harga karbon harus dibayar agar penggundulan hutan tidak menguntungkan?

“Data-data tidak pernah berbicara sendirian,” katanya. “Terdapat banyak variabel, jadi seperti mencari Cawan Suci untuk menemukan cerita. Faktanya, terdapat banyak heterogenitas dan keragaman yang bisa jadi bukan wacana tunggal, tetapi banyak.”

Informasi lebih jauh mengenai pembahasan dalam artikel ini, silahkan hubungi Arild Angelsen di arild.angelsen@nmbu.no.

Dukungan finansial untuk penelitian global ini disediakan oleh ESRC-DFID, DANIDA, USAID (BASIS-CRSP), IFS dan CIFOR.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org