Liputan Khusus

Pakar: Keragaman genetik hutan, krusial bagi adaptabilitas, kini dalam ancaman besar

Kurangnya keragaman genetik benih menurunkan tingkat hidup pohon yang ditanam dan menyia-nyiakan sumber daya.
Bagikan
0
Judy Loo dari Bioversity International berpidato pada diskusi panel Rencana Aksi Global untuk konservasi, pemanfataan berkelanjutan dan pengembangan sumber genetik hutan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, di Pertemuan Puncak Forests Asia di Jakarta, Mei. Foto @CIFOR

Bacaan terkait

JAKARTA, Indonesia — Keragaman materi genetik pohon dalam ancaman kepunahan akibat deforestasi dan kehutanan monokultur, menempatkan penghidupan jutaan masyarakat bergantung hutan dalam risiko, kata para pakar di konferensi internasional.

Spesies pohon hutan berevolusi menjadi organisme paling bervariasi secara genetik di Bumi, memainkan peran krusial dalam meningkatkan industri terkait hutan, adaptasi perubahan iklim, sumber daya pangan, ketahanan terhadap penyakit, dan dan hama, demikian menurut sebuah laporan baru Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

“Hutan memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim, tetapi sering dilupakan bahwa hutan tidak hanya bisa memerankan itu jika hutan bisa beradaptasi terhadap berubahnya kondisi lingkungan,” kata Riina Jalonen, ilmuwan mitra Bioversity International, pada diskusi panel Pertemuan Puncak Forests Asia di Jakarta, sejalan dengan tuntutan peserta melindungi sumber genetik hutan untuk menjaga ekosistem.

“Keragaman genetik adalah sesuatu yang menyediakan material seleksi alami,” kata Jalonen.

Laporan mengenai “Rancangan prioritas strategis untuk aksi konservasi, pemanfaatan berkelanjutan dan pengembangan sumber genetik” melengkapi “Kondisi Sumber Genetik Hutan Dunia,” baru saja diterbitkan FAO dan Bioversity Internasional, berdasarkan laporan nasional dari 86 negara.

KERAGAMAN MASA DEPAN

Mendokumentasi, menjaga dan mengembangkan keragaman sumber genetik hutan dunia penting untuk menjamin bahwa hutan bisa terus menyediakan pangan, serat, kayu dan jasa lingkungan. Dokumentasi memainkan peran kunci meletakkan kerangka kerja rehabilitasi lahan terdegradasi, meningkatkan penghidupan dan adaptasi perubahan iklim, kata para panelis.

Diperkirakan jumlah spesies pohon hutan ada 80.000 hingga 100.000, menurut rencana aksi FAO. Rencana tersebut juga mencatat tambahan 14 juta orang bekerja di sektor kehutanan, dan lebih banyak lagi bergantung langsung pada hutan dan produk hutan untuk penghidupan mereka.

“Sekitar 80 persen masyarakat negara berkembang menggunakan produk hutan bukan kayu untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan nutrisi serta pendapatan,” ungkap laporan tersebut, menambahkan bahwa lebih dari 2 miliar masyarakat miskin bergantung pada bahan bakar berbasis kayu.

Terminologi “sumber genetik hutan” merujuk pada “keragaman genetik spesies pohon hutan saat ini atau nilai potensi kemanusiaan,” kata Judy Loo, ketua tim Bioversity untuk Konservasi dan Pemanfaatan Berkelanjutan Hutan dan Sumber Daya Genetik Hutan, pada diskusi panel, yang fokus pada implementasi rencana aksi.

Cherimoya, pohon buah bernutrisi dan populer di Amerika latin masih dalam tahap awal domestifikasi, memiliki potensi komersial sebagai tanaman agroforestri, kata Loo.

Namun, besarnya keragaman sumber genetik cherimoya – yang memungkinkan pohon bertahan dalam beragam iklim dan memproduksi beragam kualitas pangan — berisiko punah karena deforestasi dan inbreeding.

Menjaga sumber genetik bisa melahirkan varietas lebih tahan hama, lebih produktif, lebih bernutrisi untuk dikonsumsi atau dijual, tambah Loo, mencatat bahwa aplikasi serupa bisa dilakukan bagi produk potensial termasuk pangan, kayu dan obat.

LEBIH DARI ANGKA

Mendokumentasikan, melindungi dan meningkatkan sumber genetik hutan juga krusial untuk merestorasi lahan terdegradasi dan beradapatasi terhadap perubahan iklim, kata Jalonen.

Jalonen memberi contoh proyek restorasi pesisir di China yang bergantung pada benih dari hutan kecil daratan.

Kurangnya keragaman genetik benih menurunkan tingkat hidup pohon yang ditanam, menghasilkan ketidaklayakan restorasi lahan terdegradasi dan menyia-nyiakan sumber daya – kegagalan yang mengarah pada paradoks dalam laporan hasil proyek restorasi.

“Lebih sering kita gagal, lebih banyak benih kita tanam – seperti kita terus menanam di area yang sama berulang-ulang,” katanya.

Laporan proyek reforestasi, oleh karena itu harus mencatat lebih dari sekadar wilayah tutupan atau jumlah pohon ditanam, katanya.

“Kita perlu mengevaluasi proyek restorasi juga dalam terminologi kualitas materi ditanam dan keberhasilan keberlangsungan produksi keragaman dan ketahanan lingkungan,” kata Jalonen.

PRESERVASI GENETIK

Panduan mengenai sumber genetik hutan di lahan restorasi, diterbitkan bersamaan dengan laporan FAO, bertujuan menginformasi para praktisi bagaimana mencegah gagalnya upaya restorasi, seperti contoh di China.

Panduan tersebut juga akan memberi pelajaran kunci bagaiman meningkatkan keberhasilan untuk Target Keragaman Aichi, dibuat di bawah Konvensi Keragaman Hayati, secara spesifik Tujuan 15, bertujuan merestorasi 15 persen lahan terdegradasi pada 2020 – termasuk dari proyek yang telah berlangsung, kata Loo.

“Satu aspek terpenting implementasi “Rencana Aksi Global adalah daftar aksi atau prioritas untuk diintegrasikan dalam strategi dan program lain yang telah ada … pada tingkat nasional, regional dan global, karena sumber genetik hutan tidak dapat secara efektif dilindungi dan dikelola secara terisolasi,” kata Loo.

Anggota panel menyimpulkan bahwa prioritas strategi diletakkan dalam Rencana Aksi Global seharusnya diintegrasikan dalam kerangka kebijakan nasional. Lebih jauh, mereka berpendapat bahwa sumber daya baik tingkat internasional dan nasional seharusnya didedikasikan untuk menjalankan prioritas tersebut, bagi masa depan sumber genetik hutan dan masyarakat serta ekosistem yang bergantung padanya.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org