Berita

Hutan bukanlah ‘museum’: Arti pembangunan berkelanjutan di wilayah tropis

Kita perlu menemukan jalan memanfaatkan hutan secara berkelanjutan, dan menemukan model pembangunan ekonomi untuk itu.
Bagikan
0
Hutan sebagai bagian integral bentang alam manusia: dibutuhkan masyarakat untuk air bersih; kayu, pangan hutan, kayu bakar, surga bagi binatang dan tumbuhan, serapan karbon untuk kesehatan sistem iklim. Foto CIFOR

Bacaan terkait

BOGOR, Indonesia — Sebuah hutan tropis: Habitat kehidupan liar, yang tak tersentuh manusia? Ataukah pohon siap tebang untuk keuntungan?

Atau hutan sebagai bagian integral bentang alam manusia: dibutuhkan masyarakat untuk air bersih; kayu, pangan hutan, kayu bakar, surga bagi binatang dan tumbuhan, serapan karbon untuk kesehatan sistem iklim?

Pakar kehutanan menyatakan bahwa potret terakhir paling dekat dengan sifat alami hutan – dan seperti itulah kita harus menempatkan hutan jika, sebagai masyarakat global, kita ingin mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB dan mengatasi perubahan iklim.

Hutan juga bukan semata ‘baik untuk dimiliki’ tetapi bagian integral dari makna pembangunan berkelanjutan di wilayah tropis, demikian dikatakan Louis Verchot, Direktur Penelitian Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).

21 Maret 2015: Hari Hutan Internasional

  • Di garis depan kehutanan: Pakar CIFOR menimbang tantangan dan peluang kritis yang dihadapi sektor kehutanan: REDD+; ikrar nol-deforestasi; SDG.
  • Cerita feature: Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan kehutanan: Pelajaran dari Peru

Sebuah Penelitian terbaru CIFOR melibatkan 8.000 kepala keluarga dari 24 negara berkembang menemukan bahwa pemasukan dari hutan alami dan sumber alam lain mencapai 28 persen pemasukan keluarga total – hampir sebanyak hasil pertanian.

“Mereka orang yang hidup di hutan; terdapat orang yang bergantung pada hutan tersebut. Kekhawatiran mereka perlu diatasi,” kata Verchot. “Kita perlu menemukan jalan memanfaatkan hutan secara berkelanjutan, dan kita perlu menemukan model pembangunan ekonomi yang memungkinkan kita melakukan itu.”

Tahun ini, dua proses global besar akan merekomendasikan aksi masa depan. Hutan, tegas Verchot, harus menjadi bagian rencana tersebut.

Ada orang tinggal di hutan; mereka orang yang bergantung pada hutan itu. Kekhawatiran mereka perlu ditangani

Pada September di New York, PBB menyelesaikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang dirancang untuk menyediakan jalur jalan bagi semua negara menuju masa depan berkelanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Dan di Paris pada Desember, negara-negara akan berunding untuk mengganti Protokol Kyoto.

Hal ini berarti negara penandatangan akan harus memasukkan keberlanjutan dan perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan masa depan, dan menyusun rencana aksi mencapai tujuan di bawah kesepakatan ini.

MEMPERLAMBAT PERUBAHAN IKLIM

Brasil telah menunjukkan apa yang bisa dicapai melalui kebijakan cerdas dan menyeluruh, dalam satu dari sedikit cerita sukses mitigasi perubahan iklim.

Sementara emisi karbon kebanyakan negara meninggi, Brasil memotong emisinya sekitar 40 persen dari emisi 1990. Sebuah upaya terencana nasional mengatasi deforestasi adalah alasannya.

Di awal 2000-an, deforestasi Brasil mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Pada 2004, pemerintah baru memperkenalkan serangkaian kebijakan di 13 kementerian untuk menjejak deforestasi ilegal dan menciptakan wialyah terlindung.

Jika Anda peduli air bersih, hutan menjaga sedimen dari air permukaan, dan hutan mengisi kembali akuifer yang penting bagi pertanian

Antara 2004 dan 2012, Brasil mengurangi laju deforestasi di Amazon hingga 76 persen.

Sementara laporan terbaru menyatakan deforestasi Amazon merayap naik lagi, dan di sektor lain emisi Brasil meninggi, hal ini menjadi upaya yang membuat Brasil sebagai kontributor tunggal terbesar mitigasi perubahan iklim.

MENGEMBANGKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Bagaimanapun, peran penting hutan lebih jauh dari sekadar peran mereka menjaga iklim stabil.

“Jika Anda peduli air bersih, hutan berbuat banyak menjaga sedimen dari air permukaan, dan mengisi kembali akuifer yang penting bagi pertanian,” kata Verchot.

“Jika Anda ingin mengendalikan hama pertanian, mosaik bentang alam lebih baik dalam menjamin kontrol hama alami daripada bentang alam yang terbangun dari monokultur luas, jika tidak Anda terpaksa menggunakan banyak pestisida.”

Verchot menyatakan bahwa di Afrika, hutan menyediakan sumber pangan darurat dalam periode kelaparan, seperti umbi sisa dalam musim kering di Sahel atau hewan buruan penyedian nutrisi di Daerah Aliran Sungai Kongo.

Dan jika Anda mencoba meningkatkan kesehatan manusia, menjamin suplai berkelanjutan kayu bakar dan teknologi masak lebih bersih di negara miskin dengan keterbatasan akses listrik dan gas berarti orang tidak perlu menggunakan kotoran dan api terbuka untuk memasak – dan penyakit lain sebagai dampaknya, kata Verchot.

Di banyak negara Afrika membuat batu bara adalah aktivitas ilegal – walaupun menteri yang bertanggungjawab juga sering memanggang daging di akhir pekan menggunakan batu bara

Sebagian solusi adalah mendekriminalisasi dan mengatur produksi batu bara. “Di banyak negara Afrika membuat batu bara adalah aktivitas ilegal – walaupun menteri yang bertanggungjawab sering memanggang daging di akhir pekan menggunakan batu bara,” katanya.

Mengakui makin tersebarnya penggunaan kayu bakar, dan kontribusi pentingnya bagi pembangunan, seraya menjamin suplainya untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah kebijakan yang seharusnya didorong SDG, kata Verchot.

“Ini mengenai bergeser dari panen liar, menuju perencanaan untuk memiliki sumber hutan di lokasi tertentu di bentang alam, serta menjamin hal tersebut terkelola agar pemanenan tidak melebihi pertumbuhan, dan tercipta suplai berkelanjutan yang cukup bagi masyarakat menghadapi dekade mendatang hingga mereka tidak bergeser ke bahan bakar kurang bersih.”

Kaitan antara energi, kesehatan, dan penghidupan ini tidak eksplisit dalam rancangan SDG.

Dari 17 tujuan, satu terkait kelaparan dan pertanian berkelanjutan serta satu menyeru aksi untuk perubahan iklim. Hutan disebut singkat dalam kaitannya dengan air, dan di Tujuan 15:
“Lindungi, restorasi dan tingkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem terestrial.”

Bagi Cheryl Palm, Ilmuwan Riset Senior dan Direktur Riset Pusat Keamanan Pertanian dan Pangan, Universitas Columbia, ini menggambarkan peluang yang diharapkan.

“Masa depan hutan dan ekosistem alam bergantung pada apa yang terjadi dalam pertanian, ketika kita mencoba memberi makan lebih dan lebih banyak orang dengan perubahan menu yang membutuhkan lebih banyak pangan, wilayah lahan – jadi harus ada dialog,” katanya.

“Dan jika kita tidak melakukannya melalui SDG, saya tidak melihat ada wahana universal bagi diskusi global soal ini.”

Indikator spesifik dalam tiap tujuan akan mengukur kemajuan negara-negara mencapai SDG – dan dengan ini indikator digarisbawahi lebih eksplisit setelah SDG akan difinalisasikan pada September.

Ilmu pengetahuan bisa membantu negara membuat keputusan politis berbasis informasi mengenai pertukaran, dan ada komunitas saina internasional dan nasional yang siap mendukung

Tetapi jika tidak, pengambil kebijakan masih perlu mempertimbangkan hutan dalam agenda pembangunan mereka, kata Verchot.

“Hanya karena hutan disebut di nomer 15 tidak berarti Anda tidak memikirkan mereka lagi,” katanya.

“Hutan adalah bagian integral mencapai sejumlah tujuan tersebut, apakah itu pengurangan kemiskinan atau akses suplai air bersih atau menjaga produktivitas pertanian. Jadi dalam merencanakan, negara-negara tidak bisa hanya berpikir hutan secara terisolasi, mereka harus berpikir bagaimana mencapai tujuan ini dalam bentang alam multifungsi.”

Ini tidak mudah, katanya, tetapi mungkin, seperti contoh yang ditunjukkan Brasil – dan dengan bantuan ilmu pengetahuan.

“Pengambil kebijakan dapat melihat pada bukti bahwa yang ada dan membuat keputusan berbasis bukti tersebut,” katanya.

“Ilmu pengetahuan dapat membantu negara-negara membuat keputusan politis berbasis informasi mengenai pertukaran, dan komunitas saintifik internasional dan nasional yang siap mendukung mereka dengan informasi dan analisis dalam membuat keputusan terbaik.”

Penelitian CIFOR mengenai hutan, perubahan iklim dan keberlanjutan merupakan bagian dari Priogram Penelitian CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org