Berita

Berita-berita REDD+ Indonesia, Mei – Juli 2011

Peta moratorium telah menghapus 17 juta hektar lahan gambut, atau 79% dari 21,5 juta hektar yang dipetakan pada 2004.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Foto oleh Yayan Indriatmoko/CIFOR

BOGOR, Indonesia (2 Agustus 2011)_Dijalankan oleh CIFOR dan beberapa organisasi di seluruh dunia, Studi Komparatif Global (GCS) yang akan berlangsung selama 4 tahun adalah salah satu studi komparatif besar yang pertama di dunia mengenai bagaimana skema-skema REDD+ dirancang, diterapkan, dimonitor, dilaporkan dan diverifikasi.

Sebagai bagian dari penelitian nengenai peran media dalam menerjemahkan pengetahuan ilmiah menjadi konsumsi publik serta bagaimana ilmu pengetahuan dapat mempengaruhi pembuatan kebijakan, CIFOR menganalisa peliputan media cetak mengenai REDD+ di Indonesia.

Kumpulan berita ini dirangkum oleh Efrian Muharrom dari tim Penelitian Tata Kelola dan Kehutanan di CIFOR serta Leony Aurora dari tim komunikasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Persiapan pelaksanaan REDD+, termasuk dibentuknya sebuah unit kerja dan unit MRV, saat ini terhenti karena masa tugas unit tugas REDD+ telah berakhir pada tanggal 30 Juni 2011. Bernardus Steni, Koordinator Perubahan Iklim HUMA, mengatakan bahwa unit tugas REDD+ telah gagal menjalankan fungsinya, termasuk menghasilkan strategi pelaksanaan REDD+ dan kerangka kerja pemantauan dan evaluasi REDD+ (13. Namun demikian, ia mendesak agar masa kerja unit kerja REDD+, yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto yang juga menjabat sebagai Ketua UKP4, dapat diperpanjang untuk mengawal proses transisi sebelum badan REDD+ dibentuk.

 

 

 

 

 

  • Aliran dana-dana kepada Indonesia melalui proyek-proyek perubahan iklim atau lingkungan hidup mungkin disebabkan oleh meningkatnya popularitas Prseiden Susilo Bambang Yudhoyono di mata internasional, mulai dari kepemimpinannya di Bali pada tahun 2007 sampai ke terobosan komitmen penurunan emisinya pada tahun 2009. Indonesia merupakan negara berkembang pertama yang membuat komitmen penurunan emisi di saat dunia memusatkan perhatiannya pada negara-negara maju untuk mengumumkan target penurunan emisi.Popularitas tersebut bukannya tanpa maksud. Teguh Surya dari Walhi mengatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa Presiden SBY saat ini sedang mengincar kursi Sekretaris Jenderal PBB, yang juga dibenarkan oleh seorang pejabat Bappenas yang tidak disebutkan namanya. Teuku Faizasyah, juru bicara Presiden untuk urusan luar negeri, membantah berita tersebut. Walaupun pakar komunikasi Effendi Ghazali mengatakan bahwa banyak komunitas internasional menganggap Presiden SBY sebagai teladan internasional dalam perubahan Iklim, para aktivis lokal memiliki pandangan berbeda berdasarkan keprihatinan bahwa Indonesia sejauh ini kurang berhasil menerapkan komitmen penurunan emisinya.Artikel ini diterjemahkan oleh Nita Murjani, tim komunikasi CIFOR.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org