Berita

REDD+ di Asia Pasifik

Bagaimana kemajuan sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi REDD+ di Asia Pasifik
Bagikan
0
Foto oleh Muhammad Nadzrin Abdullah

Bacaan terkait

Negara-negara di Asia-Pasifik merupakan bagian dunia yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Meningkatnya permukaan laut, kejadian cuaca ekstrim dan dampaknya pada keamanan pangan menjadi ancaman bagi negara-negara padat penduduk dengan pertumbuhan penduduk pesat di wilayah ini.

Namun, Asia Pasifik juga memegang potensi terbesar mitigasi perubahan iklim dunia melalui reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, serta konservasi dan tata kelola hutan berkelanjutan dan peningkatan stok karbon hutan. Sebuah inisiatif yang dikenal sebagai REDD+.

Setelah Perjanjian Paris menegaskan peran REDD+ dalam agenda perubahan iklim global, tantangan besar untuk bergerak maju adalah menemukan metoda akurat dan transparan dalam mengukur, melaporkan dan memverifikasi (MRV) kontribusi hutan dalam mengurangi emisi global.

Pada Pertemuan Puncak Hutan Hujan Asia-Pasifik 2016 (APRS) di Brunei Darussalam, 3-4 Agustus lalu, para pemimpin negara sempat berbagi pengalaman perancangan sistem MRV.

Dalam sebuah sesi bertema ‘Mencatat jejak hutan: sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi’, para pembicara berkesempatan membandingkan pengalaman dari Papua Nugini, Fiji, Indonesia dan Australia dalam mengembangkan sistem MRV nasional.

Pelopor Regional (dan Global)

Papua Nugini dan Kosta Rika merupakan pelopor global REDD+, diperkenalkan dengan konsep ini saat COP 11, 2011. Sebagai pemilik hutan hujan tropis terluas ketiga dunia, setelah Amazon dan Basin Kongo, REDD+ sangat berpotensi dilaksanakan di Papua Nugini.

Papua Nugini meluncurkan situs-web publik untuk mendiseminasi informasi mengenai sistem pemantauan hutan nasional di tahun ini.

Alfred Rungol, Manajer Pelaksana MRV Badan Pengembangan Perubahan Iklim Papua Nugini, berharap portal ini mendorong transparansi dan hasil lebih baik proses REDD+ di negaranya.

“Pengembangan sistem pemantauan hutan nasional adalah elemen kunci REDD+,” katanya saat presentasi. “PNG perlu meningkatkan pemahaman mengenai hutan dan kapasitas pemantauan demi tata kelola berkelanjutan dan konservasi.”

Indonesia, pengadopsi awal sistem MRV di Asia Pasifik, menyusun sistem MRV terinci dengan mengembangkan informasi masa lalu, masa kini dan masa depan emisi dan serapan gas rumah kaca dari aktivitas berbasis lahan dalam Sistem Penghitungan Karbon Nasional Indonesia, atau INCAS.

Haruni Krisnawati adalah pimpinan pengembangan teknis INCAS dan peneliti senior di Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ia berbagi pengalaman bagaimana Indonesia mengembangkan INCAS sebagai langkah awal penting dalam mencapai target besar reduksi emisi gas rumah kaca (GRK) nasional.

Dalam presentasinya, Haruni menjelaskan, INCAS dirancang sebagai sistem penghitungan GRK ‘tier 3’. Artinya, INCAS diarahkan untuk mampu menerapkan metoda paling canggih merujuk pada panduan 2006 dari Panel Antar Pemerintah mengenai Perubahan Iklim, IPCC.

Hal ini berarti bahwa INCAS menggunakan “data terukur dan terbaik yang tersedia,” katanya. Termasuk data faktor emisi berbasis teknologi spesifik Indonesia.

Adakah Aplikasi Web untuk MRV?

Sementara itu, negara lain menghadapi tantangan lebih berat menetapkan sistem MRV Nasional.

Samuela Lagataki, Sekretaris Kementerian Perikanan dan Kehutanan Fiji, mengakui negaranya menghadapi tantangan serius dalam mendapatkan data dasar, selain pengukuran dan pengelolaan data.

“Kami memiliki celah besar akibat kurangnya kapasitas,” katanya.

Tetapi, bantuan tersedia untuk Fiji dan negara lain dalam mencoba menandai kerumitan prosedur penetapan sistem MRV.IP

Inisiatif Observasi Hutan Global yang bermarkas di Australia telah merancang sebuah aplikasi bernama REDDcompass. Aplikasi yang diluncurkan April tahun ini bertujuan memandu pengguna menjalani proses merancang sistem MRV sesuai kebutuhan spesifik nasional.

Pada hari kedua Pertemuan, Carly Green, Manajer Metoda dan Panduan GFOI, memberi sedikit demonstrasi REDDcompass. Ia mengajak para pimpinan regional menjalani proses “mendaki gunung MRV”. Dimulai dari dasar penataan kelembagaan dan kebijakan, kemudian bergerak ke pengukuran dan estimasi, hingga mencapai tahap pelaporan dan verifikasi.

Kini, GFOI bekerja sama dengan konsultan mengembangkan kerangka REDD+ di Laos. Diharapkan aplikasi REDDcompass dapat membantu menilai kemajuan dan mengidentifikasi prioritas pengembangan.

“Sudah banyak negara mampu menggunakan data yang banyak tersedia. Tetapi tetap perlu memahami apa yang terjadi dalam piksel-piksel itu,” kata Green.

“Pada dasarnya REDDcompass menghilangkan unsur tebak-menebak dalam pekerjaan ini.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Deforestasi

Lebih lanjut Deforestasi

Lihat semua