Liputan Khusus

‘Kekayaan hijau’ dapat menghidupkan sektor ekonomi baru, ujar Presiden Indonesia

Beberapa pihak di sektor bisnis meragukan hal ini. Operasi mereka di Indonesia lebih banyak bermasalah daripada nilai investasinya.
Bagikan
0
Pemandangan hutan di Indonesia. Foto oleh Dede Rohadi/CIFOR

Bacaan terkait

JAKARTA, Indonesia (1 Oktober, 2011)_Pada upacara pembukaan Konferensi Hutan Indonesia Forests Indonesia hari ini di Jakarta, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan hutan-hutan lestari sebagai bagian dari rencananya untuk menempatkan ekonomi Indonesia pada posisi 12 terbaik secara global pada tahun 2025.

“Indonesia, rumah dari hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia, memandang dirinya sebagai pengawas kekayaan hijau yang melimpah ini; dan saya ingin tetap menjaganya,” ujar beliau. “Saya meminta Anda bergabung dengan saya untuk mengamankan kekayaan nasional ini demi anak-anak kita.”

Kekayaan hutan Indonesia dapat dihitung dalam melimpahnya keanekaragaman hayati dan banyak produk bernilai yang dihasilkannya bagi penduduk Indonesia. Untunglah ada mekanisme pendanaan yang dikenal sebagai REDD+ REDD+, bahwa kekayaan tersebut juga dapat dihitung dalam unit karbon.

Dalam usaha melawan perubahan iklim, REDD+ (reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan) membayarkan sejumlah dana kepada berbagai negara untuk pelestarian karbon di hutan negara tersebut.

Pada tahun 2009, Presiden Yudhoyono berjanji untuk mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia sampai 26% dari tingkat bisnis-seperti-biasanya pada tahun 2020, dan sampai 41% dengan bantuan internasional.  Sejak saat itu Norwegia telah bertekad untuk menyediakan 1 milar dolar AS untuk membantu Indonesia dalam mencapai target tersebut. Di antara berbagai inisiatif tersebut, perundingan dengan Norwegia mencakup moratorium dua tahun atas konsesi hutan baru yang mulai berlaku pada bulan Mei tahun ini.

Presiden Yudhoyono menjelaskan : “Tindakan ini memberi waktu kepada kita dan sumber daya kita untuk meninjau dan merancang ulang kebijakan dan praktik tata guna lahan. Mereka juga memberikan kesempatan untuk mengembangkan sektor baru dalam ekonomi kita-melalui konsesi pemulihan ekosistem untuk sekuestrasi karbon dan reduksi emisi.”

Beberapa pihak di sektor bisnis meragukan hal ini. Menurut mereka, moratorium tersebut, beberapa peraturan yang saling bertentangan, ketidakpastian legal, dan konsesi yang saling tumpang tindih, membuat operasi mereka di Indonesia lebih banyak bermasalah daripada nilai investasinya.

Namun semakin banyak pengusaha yang akan mendukung ekonomi rendah-karbon dan penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan, apabila diberi insentif atau bukti dari peluang-peluang bisnis REDD+.

Debat mengenai REDD+ dan hutan Indonesia mendorong Center for International Forestry Research (CIFOR) untuk menyelenggarakan Konferensi Hutan Indonesia pada hari ini, di mana para pemimpin dari berbagai sektor perusahaan, pembangunan dan pemerintah akan mendiskusikan berbagai tantangan dan peluang di masa depan untuk hutan Indonesia.

Presiden Yudhoyono mengulang pernyataan tekadnya untuk memastikan bahwa Indonesia memainkan peran penting dalam mengendalikan kehutanan untuk menangani perubahan iklim, dan mengabdikan sisa masa jabatannya untuk memberikan hasil yang langgeng untuk hutan-hutan Indonesia.

Berbagai usaha untuk melindungi lingkungan telah dicakup dalam Master Plan 15 tahun untuk mempercepat dan memperluas pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Presiden juga mendorong para pimpinan perusahaan untuk menyumbangkan pengalaman mereka, dan untuk bekerja sama dengan pemerintah dan berbagai mitra internasional untuk membentuk masa depan hutan Indonesia.

“Kita perlu mengambil inisiatif yang berani melalui kolaborasi dan kemitraan yang kompak dengan semua pemangku kepentingan. “Kita harus mengubah cara kita memperlakukan hutan agar dapat dilestarikan bahkan ketika kita sedang berusaha keras untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Presiden.

“Keberhasilan dalam mengelola hutan kita akan menentukan masa depan dan peluang yang dapat disediakan untuk anak-anak kita.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Deforestasi

Lebih lanjut Deforestasi

Lihat semua