Opini

Solusi perubahan iklim: Berkonsentrasi lebih dari sekedar isu emisi GRK

Pendekatan bentang alam sebagai salah satu inspirasi menghubungkan satu miliar orang di tahun 2020
Bagikan
0

Bacaan terkait

Jika kita ingin menemukan solusi berkelanjutan dalam menghadapi perubahan iklim, kita perlu melihat gambaran lebih besar.

Dan dalam gambar tersebut, perubahan iklim – serta emisi karbon – bukan segalanya. Bukan pula keragaman hayati, air, hutan, pertanian atau habitat pesisir dan laut, jender atau komunitas, pendidikan, kemiskinan dan bukan pula ketidakadilan, atau energi. Dalam gambaran besar tersebut, semuanya penting.

Pernyataan ini tidak lantas membuat saya harus digolongkan menjadi orang yang skeptis, sinis, atau anti-iklim. Jauh dari itu. Tetapi, ketika dunia bertemu pada COP22 di Marrakesh, setahun setelah Perjanjian Paris, jelas bagi saya bahwa jika kita ingin mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) dan mencapai target iklim, kita perlu menemukan cara baru.

Kecenderungan umum, modus operandi pembangunan adalah bergerak secara sektoral, atau dalam sekat disiplin kita, organisasi kita, kementerian kita dan sektor kita sendiri. Semua kita bekerja mengejar target kesuksesan kita sendiri.

Kementerian pertanian diperintahkan meningkatkan produksi tanaman tertentu, dan jika mereka harus membersihkan 25 persen hutan nasional beserta seluruh keragaman hayati di dalamnya, mengusir kelompok adat, ya dilakukan saja. Perubahan iklim – biarkan itu urusan Kementerian Lingkungan Hidup. Para aktivis dan organisasi non-pemerintah pun sering sangat sektoral juga – fokus pada masalah tunggal dan kurang memperhatikan relevansi dengan yang lain. Ini harus berubah.

Kita perlu melihat setiap SDG dalam konteksnya satu sama lain, dan melakukan pendekatan sebagai satu bagian besar. Kita perlu merobohkan dinding pemisah sektoral, karena hal ini tidak mewakili kondisi asli di lapangan manapun. Di dunia nyata, yang ada adalah bentang alam luas dalam pertarungan berbagai kepentingan, kebutuhan, tujuan dan target.

Mencari jalan keluar secara holistik adalah jantung dari apa yang kita kenal sebagai pendekatan bentang alam dan gerakan global yang muncul menyertainya. Sudah seharusnya terminologi ini dipahami hingga ke luar lingkaran pembangunan, karena setiap rentang tanah atau laut yang disentuh manusia membentuk jutaan bentang alam di planet kita.

Pendekatan ini bukan semacam resep yang kaku. Bukan pendekatan atas-ke-bawah. Pendekatan ini merengkuh kompromi. Menerima bahwa dalam setiap pertentangan cara mengelola sumber daya, selalu ada kebutuhan jalan tengah antara berbagai tuntutan – petani skala kecil, agrobisnis besar, perjanjian internasional, pemerintah pusat dan daerah, serta para konservasionis.

Tujuannya adalah menemukan beragam manfaat terukur dari setiap aksi dan investasi di bentang alam – pangan lebih banyak, pemasukan lebih besar, keadilan lebih terjaga, dan lingkungan yang sehat. Pendekatan ini memegang asumsi bahwa akan ada timbal balik, tidak ada pemenang mutlak dan tidak ada yang pula yang mutlak terkalahkan.

Masuk ke Forum Bentang Alam Global.  Tiga tahun lalu, sekelompok kecil organisasi, meliputi Bank dunia, Program Lingkungan PBB, bersama organisasi saya, Pusat Penelitian Kehutanan Internasional, membentuk wahana untuk mengusung pesan pertemuan perubahan iklim PBB yang menyatakan bahwa setiap sektor dan disiplin harus terhubung, melalui perspektif pendekatan bentang alam, agenda iklim dan SDG 2015.

Terhitung hari ini, GLF mulai menjalani hidup mandiri. Tahun lalu, lebih dari 3.000 orang dari 105 negara – setiap partisipan, mulai dari Gubernur Kalifornia Jerry Brown hingga kepala suku dari Borneo – bergabung dengan kami di Paris. Dan pertemuan keenam digelar di Marrakesh, 16 November.

GLF bertumbuh menjadi komunitas global yang terdiri dari ratusan organisasi, ribuan orang dari berbagai kalangan, mencakup ilmuwan, pengacara, banker, tokoh adat dan tokoh masyarakat, petani dan rimbawan, personil LSM, jurnalis dan pengambil keputusan, yang secara aktif berbagi pengalaman, penelitian, inisiatif dan pengetahuan. Singkatnya, kita telah menciptakan perbincangan global dalam membangun bentang alam berkelanjutan yang mengubah cara kita berpikir, berhubungan dan bertindak.

Kita telah menerima ikrar restorasi 148 juta hektare lahan terdegradasi dari berbagai negara. Target berikutnya adalah mendorongnya menjadi 400 juta hektare – dan merancang rencana aksi yang diperlukan dalam implementasi dan pengukurannya.

Kami memiliki visi jauh menjangkau lebih luas dari masyarakat ahli, menghubungkan dan menginspirasi satu miliar orang untuk bergabung dengan kami pada 2020. Kami yakin hal ini penting, tidak hanya sekadar merangkai ulang agenda iklim dan pembangunan, tetapi untuk membangun dunia berkelanjutan, lebih sejahtera dan lebih berkeadilan.

Artikel ini telah diterbitkan oleh Thomson Reuters Foundation dengan judul To find real solutions, focus beyond climate emissions.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org