Wawancara

Jender dan Hutan

Bunga rampai rangkuman 30 tahun penelitian membedah topik peran perempuan dan hutan.
Bagikan
0
Seorang pekerja wanita sedang membersihkan kelapa sawit sebelum dipanen. Foto oleh: Icaro Cooke Vieira/CIFOR

Bacaan terkait

Memperingati Hari Perempuan Internasional (8 Maret), Kabar Hutan mewancarai peneliti jender Dr. Bimbika Sijapati-Basnett dan Carol J. Pierce Colfer dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR); Marlène Elias dari Bioversity International; dan Susan Stevens Hummel, ilmuwan hutan dari U.S. Forest Service.

Keempatnya merupakan ko-editor Bunga Rampai Jender dan Hutan. Buku yang dijadwalkan terbit bulan depan ini mengkoleksi riset-riset penting tentang jender dan hutan yang dipublikasikan di seluruh dunia dalam 30 tahun terakhir. Mahasiswa, peneliti, para pembuat kebijakan dan praktisi diharapkan dapat menggunakan buku ini sebagai rujukan.

Dalam wawancara ini, para ko-editor berdiskusi tentang perlunya menyuarakan isu jender dan hutan dalam sebuah publikasi; apa yang mereka harapkan dari para praktisi dari membaca buku ini; dan mengapa beberapa penelitian lama dalam buku ini tetap relevan bagi para peneliti dan praktisi.

Leona Liu, Editor Forests News, CIFOR:

Apa yang berharga dari menggabungkan penelitian-penelitian ini menjadi satu buku?

Dr. Bimbika Sijapati-Basnett, Ilmuwan & Peneliti Jender, CIFOR:

Dalam kondisi hak perempuan berada di garis depan perjuangan politik kontemporer di banyak negara, baik di belahan bumi Selatan maupun Utara, kami merasa ada kebutuhan dan minat dari berbagai kelompok masyarakat akan informasi tentang jender dan hutan.

Akhir-akhir ini banyak upaya riset hanya terfokus pada artikel jurnal, yang tentu lebih mudah terakses daring di bagian Utara. Namun, banyak artikel lebih tua tidak tersedia dalam format terbuka (open access), sehingga tidak dapat dibaca oleh mahasiswa dan peneliti yang tinggal di negara berkembang. Meski juga tidak semua peminat terhadap topik ini memiliki pengetahuan, akses, dan waktu untuk mencari informasi tentang jender dan hutan.

Jadi, menurut kami dengan mengumpulkannnya di dalam suatu edisi, yang pertama akan dicetak dalam bentuk buku, dan kemudian dapat dibaca melalui situs web Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), akan memberikan kemudahan itu.

Kami juga berpikir, dengan memberi semacam lintasan historis kepentingan dan analisis, dapat memberi manfaat bagi para peneliti yang memiliki minat terhadap isu jender dan hutan. Banyak upaya telah dilakukan mengupas topik ini, tetapi belum ada kompilasi yang benar-benar memberikan pandangan historis mengenai posisi kita saat ini dan bagaimana pemikiran di bidang ini akan berkembang.

Publikasi ini mencakup berbagai isu relevan yang dikumpulkan menjadi satu, dipandang dapat memberi pemahaman lebih utuh mengenai isu jender dan hutan, sebagai panduan pembaca, atau sesuatu yang  ‘harus dimiliki’ bagi mereka yang bekerja di bidang ini.

   Penduduk setempat mengumpulkan kayu di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat, Indonesia. Foto oleh: Aulia Erlangga/CIFOR

Leona Liu, Editor Kabar Hutan, CIFOR:

Mengapa praktisi perlu membaca buku ini?

Carol J. Pierce Colfer, Peneliti Mitra Senior, CIFOR:

Praktisi mencari panduan praktis bagaimana integrasi jender dalam program dan proyek hutan mereka. Namun, mereka yang membaca buku ini akan mengerti bahwa memasukkan jender dalam kehutanan tidak mudah, dan tidak ada rumusnya. Jika ada, pasti sudah dilakukan dengan metode sederhana dan langsung! Namun, jender adalah aspek global kehutanan lestari dan keadilan lingkungan yang berusaha ditemukan di dua belahan dunia.

Isi publikasi ini dapat memberi pertimbangan dan pemahaman lebih dalam bagaimana relasi jender membangun tata kelola hutan, yang penting untuk memahami opsi yang ada dan bagaimana opsi ini bervariasi di beragam konteks. Mengatasi kompleksitas tantangan seperti tata kelola hutan lestari dan berkeadilan memerlukan pemahaman mengenai sistem dalam wilayah kerja kita. Isi buku menunjukkan bahwa kita perlu lebih dari sekadar bertemu mata mengungkap bagaimana dan mengapa lelaki dan perempuan mengadopsi strategi manajemen. Buku ini mengungkap bahwa norma dan relasi berperan sentral dalam menentukan opsi, keputusan dan pertimbangan masyarakat di lingkungan mereka berada.

Sebagian bab (seperti bagian Schroeder mengenai Gambia) terfokus pada bagaimana dan mengapa relasi jender diabaikan dalam intervensi agroforestri dan dampak yang terjadi pada dinamika jender, sementara bagian lain meneliti jalan pendekatan jender dalam kebijakan dan praktik terkini.

Misalnya, Melissa Leach mempertanyakan basis fundamental yang dikembangkan para praktisi untuk menarik atau menjaga perhatian pada isu jender dalam program dan proyek lingkungan. Banyak pendekatan mengasumsikan bahwa posisi perempuan sebagai korban dan/atau kedekatan perempuan pada hutan dan lingkungan mungkin tidak berdasar, namun hal ini mengarah pada hal yang buruk ketika digunakan sebagai informasi kebijakan atau praktik. Pendekatan ini dapat menciptakan stereotip berbahaya dan/atau menambah beban perempuan dengan memasukkan mereka dalam proyek dan program yang tidak memberi manfaat pada perempuan.

Leach menyerukan pendekatan jender relasional, dan mengakui bahwa jender baru beralasan saat ditempatkan dalam konteks spesifik dan terkait dengan relasi sosial lain. Ia juga mendorong pendekatan kesetaraan jender berbasis hak, mengakui bahwa kesetaraan jender adalah nilai intrinsik dan tidak perlu dijustifikasi di lapangan bahwa hal ini akan ‘menyelamatkan’ perempuan dan/atau ‘menyelamatkan’ lingkungan.

Sekaligus pula, buku ini berisi rentang topik dan disiplin dalam menunjukkan beragam cara pandang bagaimana jender ditangani. Kami percaya, bunga rampai ini dapat memperluas wawasan dan pemahaman masyarakat mengenai beragam ranah di mana jender menjadi bagiannya.

   Pemetik teh di Desa Cianten, di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat, Indonesia. Folo oleh: Aulia Erlangga/CIFOR

Leona Liu, Editor Kabar Hutan, CIFOR:

Aspek mana dalam buku ini yang akan sangat bermanfaat bagi para praktisi?

Marlène Elias, Spesialis Jender, Bioversity International:

Para praktisi bisa menemukan bab tertentu yang terfokus pada tema spesifik kerja mereka (seperti tenurial, migrasi, pertanian hutan, dll). Pembaca yang tertarik pada area geografis atau tema tertentu dapat memilih secara langsung (Amerika Utara, Eropa, Asia Selatan dan Tenggara, serta Sahara Afrika). Namun seluruh kompilasi juga bermanfaat, karena mengkontekstualisasi pentingnya tiap bab dalam pemahaman kita tentang jender dan hutan, serta menunjukkan aspek penting dari tiap bab dalam kontribusi menuju cara berpikir yang baru.

Sebagian penelitian lebih berorientasi pendekatan, yang dapat membantu akademisi dan praktisi berpikir melalui pemanfaatan dan kesesuaian metode dan bagaimana posisinya dapat mempengaruhi penelitian dan praktik.

Hal ini berkontribusi mendorong peneliti dan praktisi memahami bahwa alat yang mereka guakan mengungkap ‘kebenaran’ mengenai perempuan dan ketidaksetaraan jender selalu ‘parsial’ (seperti bagian metode penelitian Andrea Nightingale), dan secara konstan terefleksikan dalam upaya mengubah realitas sosial perempuan dan lelaki. Bagi sebagian, hal ini sangat tidak nyaman, tetapi bagi yang lain, ini makan mendorong mereka terus mempernyatakan apa yang dilakukan, menjadi sensitif dan inovatif dalam melakukan pendekatan. Pengantar regional   menggarisbawahi beberapa tema dengan keterkaitan spesifik bagi mereka yang tinggal dan bekerja di wilayah tersebut. Tiap pengantar memberi pandangan umum dan konklusi tren global masa depan yang perlu dipertimbangkan dalam membangun rencana yang cocok bagi manajemen hutan berkeadilan dan lestari.

   Ati, wanita 60 tahun sedang menanam bibit kubis. Foto oleh: Ricky Martin/CIFOR

Leona Liu, Editor Kabar Hutan, CIFOR:

Bagaimana dan mengapa penelitian ‘tua’ masih relevan? Bagaimana kontribusinya pada pendekatan jender dan lingkungan terkini?

Susan Stevens Hummel, Ilmuwan Hutan, U.S. Forest Service:

Penelitian klasik membangun fondasi pemikiran terkini mengenai jender dan hutan. Misalnya, banyak upaya telah dilakukan terkait gagasan dan tema dalam buku ini. Bahkan jika pemikiran asli telah berubah, paparan proses bagian tersebut tetap relevan. Melihat ke belakang membantu kita memahami posisi kita hari ini dan ke mana kita mengarah.

Misalnya, Bina Agarwal menunjukkan bagaimana rendahnya partisipasi perempuan dalam tata kelola hutan merupakan hasil ketidasetaraan dalam tingkat keluarga, masyarakat dan pemerintah di India dan Nepal. Ia menunjukkan, peningkatan partisipasi perempuan dalam tata kelola akan bermanfaat bagi hutan dan perempuan. Terobosan karyanya menginspirasi generasi baru program dan kebijakan yang diarahkan pada pelibatan perempuan dalam program kehutanan sosial dan inisiatif REDD+.

Sedihnya, dalam kasus lain, beberapa isu utama yang ditampilkan dalam artikel tetap belum tertangani atau belum diakui, baik akibat diabaikannya jender atau dipandang secara sempit. Pada bagian Rocheleau dan Ross, serta Elias dan Carney disoroti bagaimana praktik tenurial lahan lokal bisa berarti perempuan dan lelaki memiliki hak pada petak lahan berbeda, atau pohon berbeda di petak yang sama.

Hingga saat ini, kebijakan dan program pengalihan hak pada ‘masyarakat lokal’ seringkali terfokus pada lelaki, dengan asumsi kemanfaatan aka mengalir ke seluruh anggota keluarga. Praktik seperti itu gagal menghitung kompleksitas pengaturan hak dan tanggungjawab dalam masyarakat dan keluarga yang sama.

Kini, ada komitmen lebih meningkatkan kesetaraan jender di sektor pembangunan kehutanan/pertanian/desa dibanding ketika penelitian ini pertama kali diterbitkan. Namun orang masih malu-malu mendiskusikan isu jender. Mungkin mereka kurang siap atau terkekang.

Dengan bunga rampai ini, kami berharap menstimulasi diskusi luas mengenai bagaimana dan mengapa jender sangat terkait dengan hutan dan tata kelolanya. Ini merupakan kaitan menjadi perhatian semua orang, menjadi jalan tengah keadilan dan keberlanjutan bumi yang perlu dikenali dan ditangani.

   Seorang wanita di ladang padi, Kalimantan Barat, Indonesia. Foto oleh: Icaro Cooke Vieira/CIFOR
Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Dr. Bimbika Sijapati-Basnett di b.basnett@cgiar.org atau Carol J. Pierce Colfer di c.colfer@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org