Video T&J

3 Hal Penghambat Penyelesaian Masalah REDD+ di Durban, kata fasilitator

Tantangan dalam negosiasi sebenarnya adalah menemukan dan menyepakati kerangka kerja, yang memungkinkan seribu bunga yang mekar bersamaan.
Bagikan
0
Antonio La Viña, Dekan Sekolah Pemerintahan, Universitas Ateneo de Manila dan ketua negosiasi REDD pada UNFCCC COP, sebagai delegasi Filipina pada konferensi UNFCCC COP 15. Foto oleh http://ecohope.blogspot.com

Bacaan terkait

MANILA, Philippines (18 November, 2011)_Antonio La Viña, yang memfasilitasi negosiasi REDD+ pada perundingan perubahan iklim PBB, mengatakan bahwa walaupun dia merasa optimis tentang kemajuan perundingan di Durban namun menurutnya ada 3 hal penghambat proses negosiasi yang dapat memperlambat program untuk melindungi hutan dunia yang merupakan penyimpan utama gas-gas rumah kaca.

“Yang pertama, dari pandangan politik, adalah keputusan tentang hal-hal yang menyangkut keuangan dan pembiayaan….bagaimana REDD+ akan dibiayai,” katanya dalam sebuah wawancara di kantornya di Manila. “lalu ada dua isu teknis yang harus dijelaskan lebih lanjut dan diadopsi yaitu pedoman pada tingkat referensi, yaitu bagaimana negara-negara secara esensial mengukur, melaporkan dan mem-verifikasi (MRV) pengurangan emisinya, dan tingkatan darimana mereka memulai MRV-nya. Mengenai perlindungan, diperlukan pedoman tentang bagaimana menerapkan apa yang disebut sebagai sebuah sistem informasi untuk perlindungan (sosial, ketatalaksanaan dan lingkungan)”.

La Viña telah terlibat dalam perundingan global tentang REDD+ sejak 1995, pertama sebagai negosiator untuk Filipina, dan selanjutnya sebagai fasilitator dalam proses REDD+ LCA (Long-Term Cooperative Action (Aksi Kerjasama Jangka Panjang)). Tahun ini dia telah memfasilitasi berbagai pertemuan para ahli teknis REDD+. Dia juga telah menulis banyak makalah tentang negosiasi REDD+ dan sering diundang untuk menjadi pembicara untuk topik tersebut, termasuk pada acara Forest Day, sebuah konferensi besar tahunan yang diselenggarakan bersamaan dengan perundingan perubahan Iklim PBB. La Viña berdomisili di Manila, dimana dia menjabat sebagai Dekan di Sekolah Pemerintahan di Universitas Ateneo.

REDD+ adalah kependekan dari Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation, dimana negara-negara kaya membayar negara-negara berkembang untuk melindungi, merestorasi dan mengelola secara lestari hutannya. Para pendukung program ini mengatakan bahwa skema ini merupakan satu dari opsi paling murah untuk memangkas emisi gas-gas rumah kaca global.

Hutan memainkan peran besar dalam penyerapan dan penyimpanan gas-gas rumah kaca. Ada beberapa estimasi, namun menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Bulan Agustus pada the Journal Science (baca rilis pers tentang hal tersebut disini) mengatakan bahwa hutan dunia dapat menyerap 2,4 milyar ton karbon dari atmosfir- atau setara dengan sepertiga dari emisi tahunan bahan bakar fosil saat ini. Selain berfungsi sebagai penyerap karbon utama, sebuah penelitian terbaru mengatakan bahwa deforestasi sendiri menyumbangkan emisi 2,9 milyar ton karbon setiap tahunnya, menggarisbawahi mendesaknya upaya untuk memperlambat kecepatan deforestasi dan degradasi hutan.

Negara-negara yang terlibat pada perundingan perubahan iklim pada tahun 2010 di Kankun, Meksiko, telah sepakat untuk memasukkan REDD+ dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (U.N. Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)), namun sayangnya masih banyak detil penerapan skema tersebut belum terjawab dan hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh para negosiator yang akan bertemu pada Konferensi Para Pihak (Conference of Parties) ke 17 yang akan berlangsung di Durban mulai tanggal 28 November sampai 9 Desember.

httpv://www.youtube.com/watch?v=pFsQLE4-n6o

Pembiayaan REDD+

Sekitar 5 milyar dollar Amerika telah dialokasikan untuk mendukung REDD+, sebagian besar melalui bantuan bilateral oleh Norwegia, namun itu hanyalah merupakan bagian kecil dari apa yang sebenarnya diperlukan. Badan dunia yang menangani masalah lingkungan (United Nations Environment Programme (UNEP)) mengeluarkan estimasi pada bulan September bahwa untuk memangkas separuh emisi dari sektor kehutanan akan membutuhkan 17-40 milyar dollar Amerika setiap tahunnya.

La Viña mengatakan bahwa sementara pada tingkat tertentu pembiayaan REDD+ masih “terperangkap” pada kerangka kerja mitigasi perubahan iklim yang mengikat secara hukum dan menyeluruh, ada banyak opsi untuk melangkah lebih lanjut.

“Pada berbagai diskusi mengenai REDD+, beberapa negara jelas-jelas mengatakan ‘kami mencintai REDD+ dan kami ingin melanjutkannya namun hal ini tergantung pada apa yang akan terjadi pada keseluruhan struktur pembiayaannya’,” kata La Viña. “Namun saya mengatakan bahwa ada cukup pihak, bahkan sebagian besar pihak, baik dari negara maju maupun berkembang, yang mengatakan …….kami dapat terus maju menyelesaikan masalah pembiayaan REDD+”.

“Saya pikir anda dapat melakukan jalur ganda, bahkan melakukan tiga jalur untuk melanjutkan REDD+ dan pembiayaan REDD+. Pada kenyataannya, itu adalah esensi dari diskusi-diskusi yang berlangsung sampai saat ini pada kelompok-kelompok diskusi yang saya fasilitasi. Orang mengatakan, ‘lihat, inilah REDD+, REDD+ adalah menu serangkaian kegiatan , ada juga menu tentang sumber-sumber keuangan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut. Anda dapat melakukan kegiatan multilateral, Dana Iklim Hijau, anda bisa mendapatkan dana-dana bilateral, anda bisa mendapatkan dana-dana nasional, dan bahkan terbuka kesempatan pada tahapan awal ini untuk pembiayaan dari sektor swasta.’ Tidak selalu harus berupa pasar karbon, kami selalu meng-klarifikasi hal tersebut. Ada kemungkinan dunia belum siap saat ini, tentu tidak dengan pasar karbon penuh atau pasar karbon REDD+. Hal itu hanya mungkin bila ada pasar karbon keseluruhan penuh. Jadi hal itu tidak akan terjadi dalam waktu lama. Namun sektor swasta juga harus dilibatkan dalam masalah pembiayaan.

“Saya lebih mendukung untuk melebarkan diskusi seputar pembiayaan oleh sektor swasta secara umum dan apa yang dapat memotivasi sektor swasta untuk bergabung – baik berupa pembiayaan melalui CSR (tanggung jawab sosial korporasi) sampai pada terprediksinya produk-produk yang dapat dihasilkan dari hutan.

“Jadi tantangan dalam negosiasi sebenarnya adalah bagaimana menemukan kerangka kerja, dan menyepakati kerangka kerja tersebut, yang memungkinkan berbagai pihak untuk mendukung hal ini atau meminjam istilah Mao Tse-tung, ‘seribu bunga yang mekar bersamaan’, pembiayaan multi jalur yang membiayai berbagai tipe kegiatan REDD+ juga. Itulah kuncinya.”

La Viña mengatakan bahwa dia merasa optimis. “Saya merasa yakin bahwa kita dapat menemukan solusi yang spesifik untuk masalah pembiayaan REDD+.”

Perlindungan REDD+

La Viña mengatakan bahwa sementara ada “kesepakatan luas” tentang prinsip-prinsip tentang wujud perlindungan REDD+, para negosiator belum sepakat tentang bagaimana pelaksanaan perlindungan tersebut seharusnya dilaporkan.

Dia mengatakan bahwa ada tiga jenis perlindungan: “ketiga hal tersebut secara esensial adalah perlindungan sosial, yaitu perlindungan hak-hak masyarakat lokal, berupa hak-hak komunitas, hak-hak pemangku kepentingan, hak terhadap informasi, dan semacamnya. Ada juga perlindungan ketatalaksanaan terkait dengan transparansi, akuntabilitas, antikorupsi. Ada pula perlindungan lingkungan yang terkait dengan kesatuan lingkungan, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, dan sebagainya. Hal ini telah disepakati. Tak ada hal lain yang harus dilakukan untuk hal tersebut.

“Namun yang belum disepakati atau yang belum dibangun dan disepakati adalah sistem dimana negara-negara melaporkan bagaimana mereka melaksanakan perlindungannya. Jadi hal inilah yang sedang dinegosiasikan sekarang.

“Hal ini tidaklah semudah yang tampak. Jenis pelaporan apa yang akan dilakukan oleh negara-negara tersebut, siapa yang akan melakukan pengkajian? Tampaknya ada ketegangan antar negara. Ada negara yang berpendapat bahwa apa yang mereka lakukan dengan perlindungan seharusnya hanya dilaporkan secara unilateral. Namun ada negara lain yang mengatakan, ‘tidak, tidak, harus ada format tertentu untuk pelaporan, seperti sebuah kajian’.

“Jadi di Durban dalam kurun waktu dua minggu mendatang para pihak akan mengkaji ulang hal ini ….diharapkan mereka akan mengadopsi apa yang disebut Dokumen Panduan. Dan kemudian mereka akan menyampaikannya pada saat COP untuk dapat diadopsi secara resmi sebagai panduan bagi negara-negara dalam melaksanakan dan melaporkan tentang perlindungan”.

Pemantauan, Pelaporan dan verifikasi (MRV) dari REDD+

Tantangan lain di Durban adalah bagaimana menemukan konsensus tentang sistem untuk memantau, melaporkan dan mem-verifikasi emisi karbon dalam proyek-proyek REDD+, kata La Viña.

“Diskusi tentang hal ini belum semaju diskusi tentang perlindungan, bukan karena kami tidak memberikan perhatian tentang masalah ini, tetapi karena MRV adalah isu yang jauh lebih rumit dan sulit…..pada kenyataannya masih banyak negara tidak terlalu siap untuk melaksanakan sistem MRV,” katanya.

“Jadi pada perundingan perubahan Iklim PBB di Bonn pada Bulan Juni ada sebuah diskusi awal tentang hal ini. Tidak adanya konsensus dalam mencapai apa yang dianggap oleh negara-negara seharusnya dicapai menjadi isu yang berbeda, namun harus ada pertukaran yang jujur dan jelas dari apa yang perlu dilakukan untuk dapat mencapai apa yang kita inginkan sehingga kita dapat melaksanakan REDD+. Dan baru pada Bulan November ini ada sebuah pertemuan di Bonn dimana para ahli mencoba mendiskusikannya lebih jauh.”

Para pengamat mengatakan bahwa salah satu isu yang sedang didiskusikan adalah apakah negara-negara seharusnya disyaratkan untuk menggunakan metode yang dikenal sebagai “REL” (reference emission levels) atau “RL” (reference levels) dalam melaporkan emisi karbonnya. REL mewakili jenis penghitungan kotor, sementara RL mendekati jenis penghitungan bersih. Para peneliti mengatakan bahwa mengingat kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam “+” dalam REDD+ yang berpotensi menghasilkan cadangan karbon, maka cara penghitungan menurut RL tampaknya lebih sesuai.

Namun, karena pada umumnya kapasitas terbatas untuk memantau hutan di negara-negara berkembang dan masalah-masalah dalam meng-konversi laju deforestasi menjadi emisi gas rumah kaca, diperlukan pendekatan bertahap terhadap REL/RL. Contohnya, beberapa pengamat mengusulkan bahwa negara-negara tersebut dapat menggunakan data kehutanan dari FAO selama fase kesiapan awal dari program dan kemajuan untuk estimasi yang lebih akurat dengan penghitungan tingkat ketidakpastian yang lebih baik menuju fase aksi awal dan implementasi penuh.

Namun demikian, La Viña mengatakan bahwa ada isu yang lebih sulit yang harus dihadapi.

“Pertanyaan kunci yang sebenarnya bukanlah tentang REL atau RL. Isu yang sebenarnya adalah bagaimana negara-negara sekarang akan memilih garis dasarnya secara politis. Pertanyaannya tidak akan berupa pertanyaan teknis. Memang ada isu-isu teknis di sekitarnya, namun pertanyaannya cenderung menjadi pertanyaan politis. Bagaimana anda memasukkan faktor situasi nasional, situasi yang unik? Apakah anda bahkan membandingkan antar negara?

“Saya pikir ada semacam ketidakpastian sampai sebatas mana kita dapat mengadopsi keputusan pada tingkat referensi sampai akhir pertemuan di Durban, tetapi dengan kerja keras, mengingat pentingnya meluncurkan mekanisme tersebut, untuk benar-benar melaksanakan REDD+, saya yakin bahwa para pihak dapat mengadopsi dokumen pedoman ini.”

La Viña mengatakan bahwa kegagalan untuk menyepakati MRV dapat menghancurkan REDD+ dalam jangka waktu menengah.

“Adalah wajar bila setiap negara akan menentukan sendiri bagaimana mereka akan mendesain dan membangun system MRV-nya. Namun hal ini akan menyebabkan tetap adanya ketidakpastian sampai ke fase berikutnya. Idealnya bagi saya, semua negara harus melakukan jalur cepat pembangunan sistem dan program REDD+ pada tahun 2012. Dan itupun tidak akan selesai dalam waktu satu tahun tetapi dapat mencapai dua atau tiga tahun. Semakin kecil tingkat ketidakpastiannya, semakin baik bagi negara yang bersangkutan. Dan juga lebih baik bagi donor dan penanam modal”, katanya.

Tantangan-tantangan lain?

Proses Negosiasi

Pada perundingan perubahan iklim PBB tahun lalu, negosiasi hampir saja keluar jalur akibat adanya keberatan dari sejumlah kecil negara. Beberapa pengamat telah mengkritik aturan-aturan negosiasi, khususnya syarat untuk tercapainya konsensus diantara semua negara sebelum keputusan dapat dibuat.

La Viña menyadari bahwa ini merupakan tantangan tetapi menurutnya suasana perundingan telah menjadi semakin baik pada tahun-tahun terakhir.

“Hal ini telah menjadi kejutan yang menyenangkan, namun tahun ini telah menjadi tahun yang baik, dengan adanya proses yang baik. Para pihak terlihat sangat terlibat satu dengan yang lain dan mereka juga mendiskusikan berbagai ide bersama-sama”, katanya. “Tentu saja  setiap pihak tetap mengambil posisinya, dan memang seharusnya demikian, namun mereka lebih terbuka untuk mendengar pendapat satu sama lain”.

Namun dia juga mengatakan bahwa ada batasan-batasan dari apa yang dapat dicapai oleh UNFCCC.

“Saya telah terlibat dalam proses ini selama hampir 20 tahun. Saya sangat terbuka mengatakan bahwa ini adalah proses yang baik. Ada peran yang harus dimainkan tetapi mungkin ada proses-proses lain yang juga harus kita pertimbangkan untuk menyelesaikan berbagai bagian dari masalah perubahan Iklim.  Dan untuk masalah kehutanan saya rasa ini nyata. Kerangka kerja pembiayaan REDD+ dalam UNFCCC sangat penting dan telah ada disana. Namun jangan beranggapan bahwa semua yang berkaitan dengan REDD+, harus dilakukan hanya melalui UNFCCC, baik dari pandangan keuangan atau praktis.

“Saya pikir sangat wajar bila kita meng-identifikasi proses-proses dan tempat-tempat yang lain agar dapat mempercepat seluruh upaya pendekatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Dan kita akan sampai pada penghujungnya saat kita semua sepakat pada keseluruhan kerangka kerja REDD+, termasuk kerangka kerja pembiayaan untuk REDD+ dan perlindungan. Jadi anda memiliki sebuah arsitektur dan arsitektur tersebut yang membimbing seluruh upaya terkait REDD+ namun semuanya tidak perlu dilakukan dibawah satu atap”.

Krisis Keuangan

Christiana Figueres, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, melaporkan pada para wartawan pada akhir bulan lalu bahwa perundingan Durban “adalah bukan waktu terbaik untuk membicarakan tentang masalah pembiayaan karena semua negara maju sedang mengalami krisis keuangan” – sebuah pendapat menurut La Viña.

“Para mitra kami sejauh ini tidak menjadikan krisis keuangan sebagai alasan untuk tidak memenuhi apa yang mereka janjikan, tetapi seperti yang anda ketahui, hal ini akan mempengaruhi anggaran dan kemampuan negara untuk berkomitmen dalam jangka panjang. Jadi dampaknya bukanlah pada besarnya angka namun lebih banyak pada dampak psikologis”, katanya.”

“Kita menyadari bahwa sesungguhnya tidak akan ada banyak uang untuk ini ….jika kita tidak dapat mengandalkan anggaran nasional pemerintah, kemana lagi kita mesti berharap? Inilah alasan mengapa hal ini penting, bukan hanya untuk pembiayaan REDD+ dan mitigasi, tetapi bahkan untuk adaptasi: bagaimana kita akan melibatkan sektor swasta dan dengan cara dimana perlindungan juga masuk di dalamnya?

“Jika perundingan di Durban berhasil menyelesaikan hal ini, dapat menghasilkan sebuah kerangka kerja partisipasi sektor swasta dalam perubahan iklim, dengan cara yang transparan, akuntabel dan adil, maka hal ini akan merupakan sebuah kemajuan besar,” kata La Viña. 

Blog Hutan CIFOR akan meliput negosiasi dan acara-acara perubahan Iklim selama COP 17 yang akan diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan mulai tanggal 28 November sampai 9 Desember. Ikuti cerita-cerita terkait hutan, REDD+, ketahanan pangan dan perubahan iklim di Blog Hutan CIFOR dan kunjungi halaman acara untuk mendapatkan informasi bagaimana anda dapat berpartisipasi di Hari Hutan (Forest Day) 5, sebuah acara global terbesar tentang hutan dan perubahan Iklim, dan acara-acara tambahan lain yang kami selenggarakan pada COP 17.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org