Berita

Tata kelola yang baik menjadi “kritikal” untuk melibatkan sektor swasta dalam REDD+

Satu hal sangat penting dibenahi menurut masyarakat dan industri adalah tata kelola, aturan hukum dan kebijakan publik
Bagikan
0
Jika pengaman digunakan secara efektif, mereka memungkinkan investasi swasta mengalir masuk sebagai kebutuhan dan kenyataan bahwa potensi mereka bisa memberi kontribusi signifikan pembiayaan REDD+, kata Maria Brockhaus, ilmuwan Center for International Forestry Research. CIFOR/Ryan Woo

Bacaan terkait

JAKARTA, Indonesia (22 Juli 2013) – Sejalan dengan tekanan kebutuhan pembiayaan sektor swasta untuk membantu mendukung REDD+ menjadi nyata, begitu pula dengan titik masalah utama: pebisnis menyatakan mereka perlu bukti tata kelola hutan efektif sebelum berinvestasi.

Gagasan REDD+, atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, adalah memberi insentif finansial untuk menjaga tegakan hutan dan mengurangi emisi karbon. Walaupun pengambil kebijakan pada awalnya menginginkan pendanaan jangka panjang datang dari pasar, sejauh ini sebagian besar aktivitas dibiayai anggaran pembangunan luar negeri.

Tetapi dengan dugaan UN Environment Programme (UNEP) bahwa rata-rata tambahan investasi 40 miliar dolar per tahun dibutuhkan untuk mengurangi separuh deforestasi global pada 2030, dan sumber pendanaan publik tertahan oleh krisis finansial global, modal sektor swasta, apakah dalam bentuk kemitraan publik-swasta atau investasi korporasi, menjadi penting bagi skema ini.

“Pendanaan sektor swasta diharapkan menyediakan jumlah signifikan bagi semua pembiayaan REDD+,” kata Chris Webb dari perusahaan jasa profesional, Pricewaterhouse Coopers di sesi panel mengenai penyertaan sektor swasta dalam REDD+ dalam UN-REDD Global Symposium di Jakarta, Juni.

“Ancaman sektor swasta tidak terlibat makin besar dan besar,” tambahnya.

Meningkatkan keterlibatan akan membutuhkan perubahan lingkungan bisnis di negara REDD+ agar membuatnya makin menarik, kata Ravi Prabhu, wakil direktur jenderal World Agroforestry Centre pada sesi panel tersebut.

“Kita perlu fokus untuk menciptakan kondisi yang di dalamnya jenis-jenis bisnis yang kita inginkan berkembang jadi berkembang,” katanya.

Dan untuk itu, “tata kelola yang baik menjadi kritikal,” kata Yaya Junardy, presiden Indonesia Global Compact Network, yang melaporkan temuan dari pertemuan sektor swasta mengenai isu pembangunan di Indonesia awal tahun ini.

“Satu hal sangat penting yang secara konsisten disebut oleh sektor swasta dan bisnis swasta adalah tata kelola, aturan hukum dan kebijakan publik,” katanya.

Prinsip tata kelola yang ingin dilihat sektor swasta, lanjut Junardy, adalah “nilai dasar” transparansi, akuntabilitas, respon dan sikap melayani, sejalan dengan etika, partisipasi, keadilan dan inklusivitas.

Pebisnis Australia Nigel Turvey dari Keep The Habitat menyuarakan pandangan sektor swasta.

“Menciptakan lingkungan yang memungkinkan adalah menciptakan lingkungan ketika investor bisa datang dan merasa cukup yakin bahwa mereka setidaknya bisa mendapat uangnya kembali, bahwa di sana tidak ada dua buku berjalan, bahwa ini tidak masuk ke saku seseorang, ini masuk ke pekerjaan,” katanya.

“Saat Anda bisa membangun tata kelola yang baik, maka itu memungkinkan Anda berinvestasi.”

Temuan sama muncul dari even sampingan Yale/IUFRO dalam U.N. Forum on Forests 10 pada April, pelaku sektor swasta membahas kebutuhan keamanan kepemilikan lahan, kontrak legal, peningkatan transparansi dan pengurangan korupsi dan kolusi, bersama dengan risiko terkait dengan kemungkinan perubahan aturan.

Riset dari Center for International Forestry Research (CIFOR) mengidentifikasi pentingnya sistem tata kelola hutan yang kuat dan efektif untuk REDD+. Analisis CIFOR dalam konteks politik-ekonomi tujuh negara REDD+  mengungkap bahwa sebagian besar memiliki kelemahan di area ini—bagi kepentingan bisnis keuntungan berasal dari ekstraksi sumber daya yang bisa dieksploitasi atau bahkan dikontribusikan.

Bagaimanapun, pendahuluan dari apa yang disebut REDD+ safeguards—kebijakan dan langkah untuk mengidentifikasi dan memitigasi risiko terkait projek REDD+–memungkinkan investor untuk terlibat dalam kontek tersebut. Satu dari tujuh pengaman dalam daftar Cancun Agreements adalah “struktur tata kelola hutan nasional yang transparan dan efektif”.

“Manfaat pengaman ini dapat membantu memitigasi atau bahkan mencegah dampak negatif terkait dengan investasi dalam iklim tata kelola yang lemah,” kata Maria Brockhaus, ilmuwan senior CIFOR.

“Jika pengaman ini digunakan secara efektif, mereka memungkinkan investasi swasta mengalir masuk sebagai kebutuhan dan kenyataan potensi mereka untuk memberi kontribusi signifikan terhadap pembiayaan REDD+.”

Untuk informasi lebih pada isu yang didiskusian dalam artikel ini, silahkan hubungi Maria Brockhaus di m.brockhaus@cgiar.org

Karya ini bagian dari kerjasama Program Riset CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org