Analisis

LAPORAN KHUSUS COP22: Apa praktik nyata pendekatan bentang alam?

Integrasi pokok-pokok aksi operasionalisasi pendekatan bentang alam diperlukan untuk mencapai tujuan iklim global dan pembangunan.
Bagikan
0
Integrasi pendekatan bentang alam belum secara luas diimplementasikan karena belum ada rekomendasi tepat dari teori menjadi praktik. Aris Sanjaya/CIFOR

Bacaan terkait

Apa itu pendekatan bentang alam dan bagaimana penerapannya dalam praktik di lapangan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut – menjadi penting saat menempatkan tata kelola pemanfaatan lahan berkelanjutan di tengah kebutuhan lain  – akan didiskusikan pada dialog pemangku kepentingan PEFC di Bali dan di Forum Bentang Alam Global di Marrakesh yang digelar CIFOR dan para mitranya.

Integrasi pendekatan bentang alam, sebagai sebuah cara mengelola pemanfaatan lahan lebih berkelanjutan di bentang alam tropis, telah mendapatkan dukungan kuat dari berbagai sektor dalam beberapa tahun terakhir ini. Struktur pengetahuan teoritis konseptual bagaimana kerangka kerja pendekatan bentang alam juga semakin berkembang untuk bisa diterapkan dalam praktik. Meskipun masih ada pendapat, bahwa pengetahuan ini belum secara luas diterjemahkan menjadi bukti efektivitas pendekatan ini dalam praktik.

Salah satu faktor penyebabnya adalah karena pendekatan ini belum secara luas diimplementasikan, atau kapasitas para praktisinya masih kurang atau insentif untuk evaluasi dan laporan kemajuan pelaksanaan belum diterapkan.

Dalam rangka memberi gambaran latar asumsi ini, Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan para mitranya, telah menuntaskan kajian teori dan implementasi pendekatan bentang alam di wilayah tropis. Temuan kami menyatakan  bahwa ada bukti pendukung bagi kedua asumsi ini – kami menemukan hanya 24 contoh laporan pendekatan bentang alam dalam publikasi ilmiah terkaji, meski ada 150 dalam literatur abu-abu (atau belum terpublikasi).

Dalam keterbatasan dasar bukti, kami menemukan beberapa pola menarik dan menantang saat membandingkan temuan kajian teori dengan kajian implementasi.

Melalui sintesis temuan dari dua kajian ini, kami dapat menunjukkan kongruensi yang ada antara rekomendasi konseptual dan pengalaman para praktisi. Kajian literatur teori kami mengungkap bahwa beragam peneliti menemukan konsensus di beberapa poin kunci yang mereka pandang fundamental dalam efektivitas implementasi pendekatan bentang alam.

Dari contoh studi kasus pendekatan bentang alam tropis kami menemukan bahwa pelibatan masyarakat, dukungan kelembagaan dan penerapan prinsip tata kelola yang baik dapat dipandang menjadi tiga faktor signifikan yang berkontribusi pada efektivitas pendekatan bentang alam.

James Reed & Terry Sunderland

Dari contoh studi kasus pendekatan bentang alam tropis, kami menemukan bahwa pelibatan masyarakat, dukungan kelembagaan dan penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik menjadi tiga faktor paling signifikan yang berkontribusi pada efektivitas pendekatan bentang alam. Temuan ini konsisten dengan beberapa rekomendasi di bawah ini – yang kami identifikasi dari literatur teori sebagai lima aspek efektivitas pendekatan bentang alam.

1) Evaluasi kemajuan: Tanpa metrik, lingkaran umpan balik tidak akan berhasil  dan tata kelola adaptif tidak tercapai. Desain metrik harus spesifik pada konteks bentang alam, namun secara ideal harus mencakup variabel evaluasi sosial, lingkungan, produksi dan tata kelola. Proses pemantauan harus mengarah pada keseimbangan pelibatan partisipatoris dan ilmu pengetahuan yang solid.

2) Menciptakan tata kelola efektif dan transparan: Tata kelola optimal juga bervariasi di berbagai bentang alam. Namun mengidentifikasi struktur terbaik dalam tiap bentang alam, dan kemudian mengevaluasi struktur tersebut dalam kerangka waktu, menjadi kunci keberlanjutan bentang alam.

3) Menjauh dari solusi panasea: Perlu diakui bahwa pendekatan bentang alam bukanlah peluru perak. Pendekatan ini tidak akan menjadi strategi paling efektif sepanjang masa. Apa yang berhasil di satu bentang alam mungkin tidak cocok di tempat lain. Kebutuhan kontektualisasi jadi fundamental keberhasilan.

4) Melibatkan berbagai pemangku kepentingan: Proses kontinyu negosiasi inklusif partipatoris memungkinkan pemangku kepentingan mengidentifikasi tujuan, mengembangkan sinergi, menghitung timbal balik dan lebih menselaraskan pertimbangan sosiokultur lokal dan lingkungan global.

5) Merengkuh proses dinamis: Komponen individual bentang alam tidak statis. Dalam kondisi ini pendekatan bentang alam sebagai sebuah kerangka kerja harus dinamis terhadap peningkatan resiliensi terhadap guncangan, kontra-intuitif atau perubahan tak terduga Pendekatan bentang alam perlu waktu: bergerak dari proyek ke proyek tampaknya menjadi jalan terbaik ke depan.

Saat memungkinkan, kami juga mengeksaminasi struktur tata kelola yang ada di tiap lokasi studi kasus. Dalam hampir 60 persen kasus, stuktur multilevel lebih diharapkan. Struktur tersebut mendorong peningkatan dukungan dan adopsi, saat bergerak dalam sistem otoritarian dalam proses demokratis bawah-ke-atas. Persepsi keunggulan struktur tersebut adalah tersedianya sarana bagi suara pemangku kepentingan yang sebelumnya termarjinalisasi di atas meja pengambilan keputusan, dan juga menjaga tingkat kapasitas kelembagaan dan birokrasi.

Temuan ini memperkuat persepsi, bahwa untuk efektivitas implementasi dan pencapaian komitmen pendekatan bentang alam, kejelasan fokus pada konteks dan pelibatan pemangku kepentingan diperlukan dari awal. Lebih jauh lagi, kelembagaan harus sudah ada untuk menjaga keteraturan dan perjalanan proses diskusi dan negosiasi.

Saat berbagai negara terus mengembangkan strategi mencapai komitmen iklim global dan tujuan pembangunan, pendekatan bentang alam menawarkan kerangka kerja implementasi potensial.

Namun, dalam rangka menstimulasi pengembangan kebijakan terkoordinasi, masyarakat penelitian dan praktisi perlu memberi rekomendasi lebih jauh bagaimana melakukan transisi dari teori menjadi praktik.

Hal ini akan menjadi tantangan untuk para peserta di dua even tersebut. Setiap peserta akan menyampaikan pengalaman saat bergerak dalam beragam sektor dan skala dengan representasi dari sektor air, hutan, pertanian dan swasta, selain pengambil kebijakan dan para praktisi. Kemudian pengalaman-pengalaman tersebut akan diintegrasikan untuk membantu menjembatani jurang pengetahuan dan implementasi. Wahana berbagi pengetahuan akan diciptakan setelah dua even, untuk mendorong seluruh peserta terlibat – mencapai tujuan lebi jauh menetapkan poin aksi dan penyempurnaan kerangka kerja implementasi berbasis pengalaman praktis.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi James Reed di j.reed@cgiar.org atau Terry Sunderland di t.sunderland@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org